Powered By Blogger

Kamis, Desember 20, 2012

HISTORIOGRAFI INDONESIA : SEJARAH UNTUK MEMBELA REZIM ORDE BARU

Pengantar : Peristiwa yang terjadi sekitar usaha kudeta masih  diselubungi misteri dan masih belum jelas sejauhmana keterlibatan unsure militer Indonesia atau PKI. Peristiwa 1 Oktober 1965 ini banyak sekali tafsirannya. Beberapa teori menduga gerakan itu merupakan peristiwa Internal militer yang melibatkan sejumlah pimpinan komunis atau merupakan akibat keretakan dalam partai antara Aidit sebagai ketua dan Njoto, Wakil ketua komite sentral PKI. Teori lain menduga bahwa Presiden Soekarno atau Mayor Jendral Suharto lah Dalang utama kejadian tersebut. Yang terpenting disini adalah terjadinya Gerakan 30 September (nama yang diberikan pemberontak kepada tindakan mereka), Angkatan Darat mengumumkan bahwa gerakan tersebut adalah usaha kudeta oleh PKI terhadap pemerintah dan segera mengambil langkah untuk menguasai versi cerita yang sampai kepada masyarakat. Publikasi yang datang dari pihak komunis atau golongan kiri yang lain cepat dibungkam, dan muncullah surat kabar Pro Angkatan Darat. Munculnya surat kabar ini memicu ketegangan soekarno bahwa surat kabar ini menyebutkan tentang siksaan yang diderita para perwira Angkatan Darat sebelum mereka meninggal. Namun Pers hanyalah satu tempat yang digunakan militer untuk mencoba menguasai, mereplika dan membela versinya sendiri mengenai usaha kudeta tersebut.
 (“kudeta” berasal dari bahasa Perancis, coup d’etat yang berarti serangan atau pukulan pada negara. Menurut Edwrad Luttwak dalam bukunya Coup d’Etat, a Practical Handbook (1968), a coup consists of the infiltration of a small, but critical, segment of the state apparatus, which is then used to displace the government from its control of the remainder. Kudeta terjadi apabila ada sekelompok kecil tentara yang kritis, menyusup, mengambil alih, dan mengontrol pemerintahan. Kudeta merupakan tindakan ilegal).
Pada pembahasan kali ini kami akan mencermati peran Nugroho dan pusat sejarah ABRI dalam menghasilkan terbitan pertaa versi kisah usaha kudeta. Nugroho berhasil menerbitkan buku yang mengidentifikasi kudeta itu sebagai komplotan komunis hanya dalam waktu 40 hari.

Terbitan Pertama Versi Usaha Kudeta
Sebagaimana di kemukakan sebelumnya, Pusat sejarah ABRI sudah beroperasi ketika usaha kudeta terjadi. Dibawah arahan Nugroho, Pusat sejarah ABRI langsung bekerja dengan tujuan untuk segera menerbitkan narasi usaha kudeta versi angkatan darat. Hasilnya ialah “40 Hari Kegagalan “G-30-S” 1 Oktober-10 November” yang sebagian besar merupakan versi propaganda Angkatan Darat yang bertujuan membuktikan bahwa usaha kudeta adalah persekongkolan komunis.
Buku “40 Hari Kegagalan “G-30-S” 1 Oktober-10 November adalah buku pertama mengenai kudeta yang dikeluarkan di Indonesia, dan merupakan awal sebuah narasi yang berulangkali dikonsolidasikan sepanjang periode rezim Orde Baru.



Terbitan Resmi Kisah Usaha Kudeta dalam bahasa Inggris
Pada tahun 1967, Guy Pauker dari Rand Corporation California memberitahukan kepada mayor Jendral Suwarto dari Seskoad bahwa ada versi lain tentang usaha kudeta yang disusun oleh ilmuwan di Univeritas Cornell. Versi ini lebih dikenal dengan nama makalah corner (“cornell Paper”). Makalah ini menyimpulkan bahwa usaha kudeta kemungkinan besar merupakan hasil konflik yang parah intra-Angkatan Darat. Sudah tentu makalah ini merupakan tantangan besar bagi rezim orde baru yang baru terbentuk dan tidak hanya menyentuh pemerintah Indonesia yang baru tetapi juga sekutu perang dinginnya, Amerika Serikat.
Telah banyak beredar teori mengenai keterlibatan Amerika Serikat dalam usaha kudeta dan dalam pembunuhan massal yang terjadi sesudahnya. Walaupun bukti-bukti peran mereka tidak banyak. Bagaimanapun dalam kasus Cornell Paper ini pemerintah AS membantu rezim orde baru.

Melestarikan dan Memperingati sumur Lubang Buaya
Michael van Langenberg berpendapat bahwa  kondisi jenazah perwira Angkatan Darat korban kudeta ketika ditemukan merupakan bagian penting dari propaganda awal mengenai kudeta. Jenazah korban kudeta di Jakarta, yang terdiri dari enam jenderal angkatan darat paling senior ditemukan pada tanggal 3 Oktober 1965. Mereka di temukan tertutup sampah dalam sebuah sumur yang tidak dipakai lagi di pangkalan udara halim, di daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur. Lokasi sumur tersebut kemudian terkenal tidak hanya karena liputan pers mengenai penggalian jenazah korbn tetapi juga karena mitologi yang kemudian berkembang. Pada awalnya gambar direkam oleh kru film dan juru kamera. Foto-foto tersebut kemudian di cetak ulang dalam buku teks sejarah dan dalam surat kabar dank lip televise setiap tahun pada hari peringatan 1 Oktober.
Foto Sumur Lubang Buaya. Dalam prasasti tersebut sapat dibaca : Cita-Cita perjuangan kami untuk menegakkan kemurnian Pancasila tidak mungkin dipatahkan hanya dengan mengubur kami dalam sumur ini. Foto ini merupakan salah satu isi dalam penulisan historiografi Indonesia pada masa orde baru.

Setelah bebarapa waktu, di bangun pula komplek museum dan monumen yang luas sekeliling itu. Tahap kedua pengembangan Monumen Pancasila Sakti adalah membangun monumen yang besar. Monumen ini berlatar belakang burung garuda yang besar yang terbuat dari perunggu yang di tempelkan pada dinding pualam putih, dan diberi latar depan berupa patung perunggu tujuh pahlawan angkatan darat berukuran sebesar badan dan tampak hidup. Dasar monument ini di beri relief sejarah. Pusat sejarah ABRI mengatakan bahwa Monumen Pancasila Sakti menggambarkan sebuah tempat historis yang dapat terus menerus berkisah seobyektif mungkin supaya usaha-usaha untuk memalsukan atau memanipulasi data sejarah dapat dicegah atau dihalangi.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgek_zXXRjEDtohXEyEdU5iK7ss3EG_p3kxcnoee49SnKfarBtDFWkRmiM-ngRuBSAprP7BZC8N6xfBw_yalnmw-ACxheczlKNAat7v6Or16AzsxTitZXtEqx6nBqOHi-ahGB9F86eQyKs/s1600/garuda.jpg

Relief pada Dasar monumen
http://www.tempophoto.com/watermark.php?path=data/multimedia/foto/nasional/nasional69/s_RK03090413.jpg Relief ini sama halnya pada terbitan pertama kisah usaha kudeta yang selain menceritakan peristiwa usaha kudeta juga menggambarkan kisah pengantarnya dan penutupnya.
Kesaktian Pancasila
            Saktinya filsafat nasional, Pancasila adalah konsep utama dalam monument di Lubang buaya dan setiap tahun hari peringatannya diselenggarakan di tempat ini.
Dalam keputusan presiden tahun 1967 mengenai tanggal 1 Otober sebagai hari yang perlu dikenang, Soeharto menyatakan bahwa peringatan hari kesaktian pancasila didasari dalil bahwa :
“…Hari 1 Oktober dengan demikian memiliki cirri dan corak yang khusus sebagai suatu hari untuk lebih mempertebal dan meresapkan keyakinan akan kebenaran serta kesaktian pancasila sebagai satu-satunya pandangan hidup yang dapat mempersatukan seluruh Negara, Bangsa dan rakyat Indonesia”.
`           Walaupun secara umum kata ‘Kesaktian’ dapat diterjemahkan sebagai sacral atau suci, Kata ini sebetulnya mengandung sejumlah arti dan beberapa diantaranya berpengaruh untuk pesan yang ingin disampaikan oleh monument dan hari peringatan tersebut. Secara umum, sakti menyiratkan adanya sifat gaib, suci atau kedewaan dan magis.
            Karena pada tanggal 1 Oktober 1965 adalah hari ketika usaha kudeta dilaksanakan  dan ditumpas, maka nama yang diberikan pada hari peringatannya, Hari kesaktian Pancasila menyiratkan pada hari inilah pancasila diuji dan diancam. Kaum anti komunis memang jelas percaya bahwa golongan komunis tidak mungkin bisa menerima pancasila dan dasar yang paling masuk akal buat keyakinan ini yaitu bahwa golongan komunis akan meninggalkan Pancasila bila mereka mengambil alih kekuasaaan.
            Namun demikian, dalam kisah usaha kudeta versi orde baru yang resmi, Soeharto lah bersama pasukan kostrad yang dihubungkan dengan penyelamatan pancasila. Baik nama monument maupun nama hari peringatannya juga merupakan upaya yang jelas untuk menyejajarkan rezim baru dengan Pancasila.
            Pada hari ulang tahun pertamanya pada tanggal 1 Juni 1967, ketika Soeharto berperan sebagai presiden, Dia membuat pidato yang berisi kata-katanya yang menyatakan :
            “kita mengagungkan Pancasila, Bukan sekedar karena dia ditemukan kembali dan dirumuskan oleh seseorang (baca:Soekarno) dari kandungan kepribadian dan cita-cita bangsa Indonesia yang bterpendam sejak berabad-abad yang lalu, melainkan karena pancasila itu telah mampu membuktikan kebenarannya, juga setelah diuji oleh sejarah perjuangan bangsa”
            Pada saat  rezim orde baru berupaya mengaku dirinya sebagai pemilik Pancasila melalui versi resmi kisah usaha kudeta, Nugroho Notosusanto mulai menganggap penyelidikan tentang asal-usul pancasila, yang menjadi sebuah proyek sejarah yang lain yang dirancang untuk melepaskan Soekarno dari kaitannya dengan Pancasila. Dalam tahun 1970-an, Nugroho mulai mengedarkan teorinya bahwa Soekarno hanya seorang dari tiga penggali pancasila dan bahwa hari lahir pancasila yang sebenarnya adalah 18 Agustus 1945, hari ketika pancsila bersana Undang-Undang 1945 secara hokum disahkan, dan bukan 1 Juni 1945, hari ketika Soekarno untuk pertama kali mengumumkan ide pancasila ini.
            Teori Nugroho didasari versi lain yang katanya diubah, yang bersumber pada pidato Yamin pada tanggal 29 Mei 1945 di depan panitia persiapan kemerdekaan yang muncul dalam publikasi Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, yang menurut Nugroho berisi konsep-konsep ke-pancasila-an. Pada tahun 1975 sebuah tim investigasi yang terdiri dari 5 orang dan diketuai oleh Mohammad Hatta, wakil presiden pertama, menemukan naskah dalam buku Yamin yang merupakan versi pidato Yamin  pada tahun 1945 yang telah banyak diubah. Waaupun urutan dan redaksinya memang sedikit berubah antara 1 Juni dan 18 Agustus, perbedaan yang angkuh ini dirancang semata-mata untuk tujuan politis melepaskan kaitan Soekarno dengan pancasila.
            Karya Nugroho mengenai asal-usul Pancsila mungkin kasus manipulasi sejarah yang paling mencolok untuk rezim orde Baru.
            Nugroho juga dituduh berusaha mencemarkan citra Soekarno dalam sejarah yang menyangkal perannya sebagi penggali Pancasila, suatu peran yang ingin diambil oleh rezim orde baru. Walaupun kontroversi berputar tentang karya Nugroho, teorinya tetap menjadi bagian dari penataran indoktrinasi pancasila oleh pemerintah, Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), dan tetap dimasukkan dalam Buku Sejarah Nasional Volume 6. Kementerian Pendidikan juga menjadikan buku Nugroho tentang teori Pancasila bacaan wajib bagi guru Pendidikan Moral Pancasila(PMP) dan sebagai buku acuan untuk melengkapi Seri Sejarah Nasioanal.
            Kemudian yang dapat diambil dari pesan “kesaktian” pancasila seperti yang ada pada bagian-bagian rinci monument pancasila. Tujuh pahlawan angkatan darat yang digambarkan menghadap ke cungkup berdiri dengan sikap badan seakan menuduh, dengan tangan yang mengepal yang mencerminkan percaya diri, kekuatan dan kewaspadaan.
http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQwvv9yb9qh6TeM9bZUCg9vI-U7MQpx2ur0tL-eXHCTYiW8FPNojedu_lJz
            Lalu, pada tahun 1980 pengelolaan komplek Monumen Pancasila Sakti dipindah dari Sekretariat Negara ke pusat Sejarah ABRI. Tidak lama kemudian  pusat sejarah ABRI menambah dikomplek itu sebuah museum yang mengisahkan kejadian-kejadian usaha kudeta dan sebuah ruangan benda-benda peninggalan. Pada saat Nugroho mengerjakan museum yang baru ini, Dia juga membantu menciptakan film propaganda epik Pengkhianatan Gerakan 30 September, Sebuah film yang juga mengulang kembali versi resmi kisah usaha kudeta. 

Museum Monumen Pancasila Sakti
            Museum nasional Pancasila sakti terdiri dari diorama, ruang benda peninggalan, dan sebuah teater kecil untuk menonton film documenter tentang peristiwa 1945. Diaroma di museum ini dilengkapi dengan rekaman suara yang dapat didengar oleh pengunjung dengan memasukkan uang logam kedalam kotak kecil disebelah setiap diorama. Museum ini juga memiliki serambi kecil tempat tergantungnya potret tujuh perwira Angkatan Darat korban usaha kudeta : Letnan Jendral A.Yani, Mayor Jendral Suprapto, Mayor Jendral S.Parman, Mayor Jendral M.T. Haryono, Brigadir Jendral D.I Panjaitan, Brigadir Jendral Sutoyo Siswomihardjo dan Letnan Pierre Andreas Tendean.

Pahlawan Revolusi: Jenderal TNI Anumerta Achmad Yani.jpgPahlawan revolusi: Letjen Anumerta M.T. Haryono.jpgPahlawan Revolusi: Letnan Jenderal TNI Anumerta Siswondo Parman.jpg

Pahlawan Revolusi: Kapten Peiere Andreas Tendean.jpgPahlawan Revolusi: Letnan Jenderal Anumerta Suprapto.jpgPahlawan Revolusi: Mayor Jenderal Anumerta Donald Isac Panjaitan.jpgPahlawan Revolusi: Mayjen TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo.jpg

Ruang benda-benda peninggalan, yang berada disebelah pertunjukan diorama, lebih banyak lagi memberikan sentuhan pribadi pada penderitaan martir Angkatan Darat  dengan memperlihatkan milik pribadi para pahlawan pada saat mereka diculik. Sejarah peringatan dari pusat sejarah ABRI mengatakan bahwa benda-benda tersebut merupakan “…Kesakisan bisu kekejaman G 30 S/PKI yang masih dapat disaksikan misalnya pada pakaian dinas Mayjen TNI S. Parman di bagian perut terdapat beberapa lubang bekas tembakan. Juga pada kain sarung dan kemeja Mayjen TNI suprapto terdapat bercak-bercak darah dan pada jaket Lettu Pierre A. Tendean dibagian perut koyak-koyak akibat tusukan benda tajam”.
http://thearoengbinangproject.com/jakarta/museum-pengkhianatan-pki-15.jpg

Film Penghianatan gerakan 30 September
            Film Pengkhianatan gerakan 30 September  mungkin merupakan gambaran resmi usaha kudeta 1965 yang paling dikenal, karena setelah dikeluarkan pada tahun 1983, film tersebut ditayangkan di TVRI setiap tanggal 30 September sepanjang periode Orde Baru. Tokoh-tokoh kunci yang mengerjakan film ini adalah Nugroho sendiri sebagai penyunting dan yang versinya tenntang kudeta menjadi dasar utama untuk penulisan naskah film, Brigadir Jendral Dwipayana, seorang terpercaya staf kepresidenan yang saat itu menjabat sebagai Direktur perusahaan film nasional, dan sutrada Arifin C.Noer.
Digambarkan dalam sebuah adegan sebelum terjadinya usaha kudeta seorang bocah yang tampak miskin bertanya kepada ibunya yang sedang menangis, “Siapa yang membunuh bapak,  ibu?”. Ibunya menjawab, “Orang Komunis, Mereka Biadab.”
Film Penghianatan Gerakan 30 September menyajijan gambaran yang hidup tentang penyiksaan para jendral. Dalam film, adegan liar di Lubang Buaya mulai dengan menari, api dan yel-yel. Dapat kita saksikan wajah seorang jendral yang berdarah dan tubuh para korban diseret kian kemari. Adegan penyiksaan yang berdarah ini, termsuk penculikan mata dan kerusakan bagian tubuh lainnya yang diiringi musik.


Representasi Penyiksaan
            Baik Film resmi tersebut maupun Museum Pancasila Sakti  menggambarkan penyiksaan secara terang-terangan. Hal ini berbeda dengan gambaran resmi sebelumnya mengenai kudeta termasuk buku 40 Hari Kegagalan “G-30 S” 1 Oktober-10 November versi militer tentang usaha kudeta dalam bahasa Inggris, dan relief pada monument yang hanya menyiratkan secara halus adanya penyiksaan. Tidak satupun  dari dua terbitan ini secara langsung meyajikan kisah mengerikan tentang penyiksaan para pahlawan revolusi sebelum mereka meninggal, juga tidak mengeluarkan pernyataan seram mengenai penculikan mata dan bagian tubuh sebelum mereka meninggal
            Pada tahun 1987, Anderson menerbitkan menerbitkan terjemahan laporan otopsi yang dilakukan atas perintah Soeharto setelah jenazah para pahlawan militer ditemukan dan diangkat dari sumur. Laporan tersebut menyatakan bahwa mata korban tidak di cukil dan bagian tubuh lainnya masih utuh. Walaupun begitu, keluarnya laporan ini tidak menghalangi Pusat Sejarah ABRI untuk, pada tahun 1991, menambah pada komplek monument sebuah gambaran tentang penyiksaan terhadap pahlawan angkatan darat yang lebih mencolok.
http://nanpunya.files.wordpress.com/2009/03/dirama-penyiksaan.jpg?w=510http://www.berita99.com/file_anda/image/Museum%20Pancasila%20Sakti.jpg
Pesan yang diulang-ulang, Persepsi yang bercampur
            Karena selama periode Orde Baru dilaksanakan pengawasan sensor yang ketat, sebagian besar orang Indonesia hanya menerima versi hitam putih yang disederhanakan mengenai masa lalu, yang semata-mata menyajikan stereotip tersebut tadi. Beberapa anak yang pernah menonton film Pengkhianatan Gerakan 30 September atau yang mengetahui tentang “Komunis” dari sekolah ketika mengunjungi monumen pancasila sakti mengangkat tangan mereka seakan-akan memegang senjata, dan bertanya “Diman PKI?” seakan-akan siap untuk menembak. Dalam periode pasca Soeharto, ahli sejarah Taufik Abdullah mengkritik keras gaya penulisan sejarah yang demikian, yang disebutnya sebagai ‘Sejarah untuk menuntuk pembalasan’.

Indonesia Pasca Soeharto Menentang Versi Orde baru tenteng Kudeta
            Terakumulasinya sinisme terhadap representasi resmi usaha Kudeta juga dapat dilihat dari serangan balik pada versi ini setelah Soeharto mengundurkan diri, ketika kebebasan pers memungkinkan pengungkapan pandangan-pandangan yang demikian. Beberapa waktu setelah jatuhnya Soeharto, Letnan Kolonel Latief, seoranng narapidana politik yang dihukum karena keterlibatannya dalam peristiwa usaha kudeta 1965, menyatakan dalam sebuah wawancara pers bahwa semalam sebelum usaha kudeta dia mempperingatkan Soeharto bahwa para Jendral akan diculik. Dia juga menyatakan bahwa Soeharto memilih tidak bertindak sampai kudeta dilakukan. Untuk menanggapi keraguan tentang versi kudeta pemerintah, Preside baru, B.J Habibie menghentikan penayangan film Pengkhianatan Gerakan 30 September.
            Kebanyakan artikel yang ditulis setelah lengsernya Soeharto berpusat pada peran Soeharto dalam usaha Kudeta, dan khusunya berfokus pada versi Latief mengenai usaha kudeta, dan tidak pada peran militer. Beberapa artikel juga membahas teori Ruth McVey dan Benedict Anderson yang menyatakan bahwa kudeta merupakan peristiwa internal militer.

Kesimpulan
            Nugroho Notosusanto merupakan Kepala Pusat penulis utama terbitan pertama versi kisah usaha kudeta. 40 Hari Kegagalan “G-30-S” 1 Oktober-10 November penting karena buku ini mengkonsolidasi propaganda Angkatan Darat mengenai Kudeta dan menyajikan laporan yang kronologis mengenai keterlibatan PKI. Buku ini juga menjadi dasar versi resmi Orde Baru tentang kisah usaha kudeta untuk 30 tahun selanjutnya.
            Kemudian, Usaha mempertahankan legitimasi ini untuk dunia luar dilakukan melalui versi kisah usaha kudeta  dalam bahasa inggris, di tulis oleh Nugroho Notosusanto dan Ismail Saleh dengan bantuan Pemerintah Amerika Serikat, sebagai tanggapan terhadap munculnya Cornell Paper. Gambaran mengenai usaha kudeta menceritakan jauh lebih banyak tentang rezim Orde Baru daripada mengenai kudeta itu sendiri.
            Lalu, relief  di bawah monument pancasila sakti menceritakan perjalanan menuju krisis nasional di bwah pmpinan Soekarno dan pengaruh komunis yang tidak bermoral, kemudian beralih ke pemulihan keterlibatan dan moralitas di bawah Soeharto.
            Begitu pula museum di komplek monument pancasila sakti, Film Pengkhianatan Gerakan 30 September dan upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila dengan cara yang sama mengulang tema pengkhianatan komunis, penderitaan martir Angkatan Darat dan peran Angkatan Darat dalam melindungi Pancasila.
            Terakhir, dapat kita ambil sebuah tulisan, bahwa Usaha Kudeta merupakan episode sejarah pertama yang mendapat perhatian cermat dari Nugroho Notosusanto dan Pusat Sejarah ABRI. Dalam waktu singkat pusat sejarah ABRI melihat ke peristiwa-peristiwa sejarah lainnya untuk meningkatkan peran militer dalam sejarah Indonesia dan untuk mengukuhkan persatuan dan nila-nilai militer.



Tidak ada komentar: